Dalam setiap keluarga, ibu atau anak perempuan biasanya lebih dulu bangun pagi ketimbang ayah atau anak laki-laki. Mengapa demikian?
Ada banyak perbedaan antara tubuh laki-laki dan perempuan. Dan penelitian terbaru menemukan bahwa perempuan cenderung memiliki siklus tidur yang lebih pendek ketimbang laki-laki.
Hal inilah yang membuat perempuan biasanya tidur lebih awal dan bangun di pagi hari pun lebih awal. Hal ini pula yang menyebabkan lebih banyak perempuan yang mengalami insomnia dan depresi musiman.
"Hal ini memiliki implikasi seberapa mudah mereka (perempuan) bisa tertidur dan seberapa baik (kualitas) mereka bisa tidur. Ini bisa mengubah dan mempengaruhi adanya perbedaan antara individu untuk pergi ke tempat tidur dan bangun di pagi hari," jelas peneliti Jeanne Duffy dari Harvard Medical School, seperti dilansir Livescience.
Para peneliti menemukan bahwa rata-rata dalam 24 jam siklus tidur-bangun perempuan (disebut ritme sirkadian) sekitar enam menit lebih pendek dibandingkan laki-laki, tetapi dalam realitas tidur dan bangun sebenarnya ini sama artinya dengan bangun pagi sekitar 30 menit lebih awal.
"Penemuan ini bisa saja hubungannya dengan perbedaan tingkat estrogen," kata Duffy.
Hal ini bisa berarti bahwa tingkat hormon dapat mengubah ritme sirkadian, meskipun bukti pada perempuan pra dan pasca-menopause menunjukkan bahwa siklus tidur terkait dengan paparan hormon selama pengembangan (hormon), bukan karena tingkat dewasaan.
"Mencari tahu apa yang mengontrol jam biologis kita adalah salah satu pertanyaan yang paling penting dalam penelitian kronologi manusia sekarang," jelas Alfred Lewy, Oregon Health and Science University di Portland, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini, tim peneliti yang dipimpin oleh Duffy dan penasehat Charles Czeisler, mempelajari siklus tidur dari 52 perempuan dan 105 laki-laki selama dua sampai enam minggu di laboratorium.
Mereka meneliti dua indikator ritme sirkadian, yaitu inti suhu tubuh partisipan dan tingkat hormon melatonin (yang memainkan peran dalam pengaturan siklus tidur-bangun). Sementara itu, partisipan mengikuti jadwal ekstrem (setelah siklus tidur, kegiatan tersebar 20 atau 28 jam sehari, bukan 24 jam normal) di ruangan remang-remang.
Lingkungan tersebut memungkinkan peneliti untuk mengukur irama sirkadian alami dari individu, yang biasanya reset setiap hari oleh paparan cahaya alami.
Tanpa isyarat luar, tubuh kembali pada siklus alami yang kadang-kadang lebih panjang atau pendek dari 24 jam.
Hasilnya, dalam studi ini sekitar 35 persen perempuan memiliki ritme sirkadian lebih pendek dari 24 jam, dibandingkan dengan 14 persen laki-laki.
Perbedaan ini penting bagi orang dengan depresi musiman, yang dirawat dengan terapi cahaya untuk me-reset irama sirkadian. Jika memiliki siklus yang lebih pendek dari 24 jam, orang perlu cahaya malam untuk melakukan sinkronisasi atas, dan jika itu lebih dari 24 jam, orang membutuhkan terang di pagi hari.
Penelitian ini telah dipublikasikan secara online pada 2 Mei dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar